Selasa, 14 April 2015

Karakteristik Perkembangan Anak Usia SMA

Diposting oleh Unknown di 00.04


Karakteristik Fisik, kognitif (kreativitas, berpikir kritis), emosi, sosial, bahasa, moral anak SMA. Kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan anak SMA

A.    Fisik
Perubahan fisik selama masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap:
1.  Perubahan Eksternal
Perubahan yang terjadi selama masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap:
a.  Tinggi Badan
Rata-rata anak perempuan mencapai tingkat matang pada usia antara 17 dan 18 tahun, rata-rata anak laki-laki kira-kira setahun setelahnya. Perubahan tinggi badan remaja dipengaruhi asupan makanan yang diberikan, pada anak yang diberikan imunisasi pada masa bayi cenderung lebih tinggi dipada anak yang tidak mendapatkan imunisasi. Anak yang tidak diberikan imunisasi lebih banyak menderita sakit sehingga pertumbuhannya terlambat.

b. Berat Badan
Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan tinggi badan, perubahan berat badan terjadi akibat penyebaran lemak pada bagian-bagian tubuh yang hanya mengandung sedikit lemak atau bahkan tidak mengandung lemak. Ketidakseimbangan perubahan tinggi badan dengan berat badan menimbulkan ketidak idealan badan anak, jika perubahan tinggi badan lebih cepat dari berat badan, maka bentuk tubuh anak menjadi jangkung (tinggi kurus), sedangkan jika perubahan berat badan lebih cepat dari perubahan tinggi badan, maka bentuk tubuh anak menjadi gemuk gilik (gemuk pendek).
c.   Proposi Tubuh
Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan yang tumbuh baik. Misalnya, badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu pandang.
d. Organ Seks
Baik laki-laki maupun perempuan, organ seks mengalami ukuran matang pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian.
e.   Ciri-ciri Seks Sekunder
Ciri-ciri seks sekunder yang utama, perkembangannya matang pada masa akhir masa remaja. Ciri sekunder tersebut antara lain ditandai dengan tumbuhnya kumis dan jakun pada laki-laki, sedangkan pada perempuan ditandai dengan membesarnya payudara.
2.    Perubahan Internal
Perubahan yang terjadi dalam organ dalam tubuh remaja dan tidak tampak dari luar. Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Perubahan tersebut adalah:
a.    Sistem Pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan bertambah besar, otot-otot diperut dan dinding-dinding usus menjadi lebih tebal dan kuat, hati bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang.
b.    Sistem Peredaran Darah
Jantung tumbuh pesat selama masa remaja, pada usia 17 atau 18, beratnya 12 kali berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.
c.    Sistem Pernafasan
Kapasitas paru-paru anak perempuan hampir matang pada usia 17 tahu; anak laki-laki mencapai tingkat kematangan baru beberapa tahun kemudian.
d.   Sistem Endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan ketidak seimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada masa awal puber. Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran yang matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
e.    Jaringan Tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia 18 tahun. Jaringan selain tulang, khususnya bagi perkembangan otot, terus berkembang sampai tulang mencapai ukuran yang matang.

Pertumbuhan Fisik Remaja dengan Implikasinya terhadap Pendidikan
Dalam batas-batas tertentu, proses pembelajaran dapat diselenggarakan sedemikian rupa sehingga dapat membantu percepatan pertumbuhan fisik subjek didik. Dalam proses pembelajaran itu dapat diupayakan berbagai stimulus secara sistematis, antara lain:
a.       Menjaga kesehatan badan.
Kebiasaan hidup sehat, bersih, dan olahraga secara teratur akan dapat membantu menjaga kesehatan pertumbuhan tubuh. Namun, bila ternyata masih juga terkena penyakit, haruslah segara diupayakan agar lekas sembuh. Sebab kesehatan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik.
b.      Memberi makanan yang baik.
Makanan yang baik ialah makanan yang banyak mengandung gizi, segar, sehat, dan tidak tercemar oleh kotoran atau penyakit. Baik buruknya makanan akan menentukan pula pertumbuhan anak.
Implikasinya bagi pendidikan adalah perlunya memperhatikan faktor berikut:
a)      Menyediakan sarana dan prasarana
Faktor sarana dan prasarana ini jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan pada anak. Misalnya ruangan kelas, tempat duduk dan meja, dan sebagainya.
b)      Waktu istirahat
Istirahat sangat dibutuhkan untuk menghilangkan rasa lelah dan mengumpulkan tenaga baru, istirahat yang cukup sangat diperlukan.
c)      Diadakannya jam olahraga bagi siswa
Pelajaran olahraga sangat penting bagi pertumbuhan fisik anak karena dengan olahraga yang dijadwalkan secara teratur oleh sekolah berarti pertumbuhan fisik anak akan memperoleh stimulasi secara teratur pula.
Permasalahan dalam pertumbuhan fisik sering disebabkan karena perasaan dan pikiran mengenai fisiknya. Remaja yang banyak perhatiannya terhadap kehidupan kolektif, perilakunya akan banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya. Kelompok remaja dapat terbentuk di sekolah seperti kelompok tim olahraga, tim kesenian, pramuka, dan sebagainya. Kegiatan tersebut dapat memupuk pertumbuhan fisik remaja. Namun kadang kala remaja juga dapat terjerumus dalam suatu kelompok yang membuat mereka menjadi remaja yang tidak baik menurut pandangan keluarga maupun masyarakat, biasanya kegiatan yang bernilai negatif tersebut seperti ngebut, begadang, miras, dan semacamnya yang mengganggu kesehatannya. Oleh karena itu, pengembangan program kelompok remaja ke arah kegiatan yang bernilai positif oleh para guru di sekolah merupakan upaya positif untuk membantu para remaja dalam pertumbuhan fisik mereka.
Pengembangan kegiatan pramuka, penyelenggaraan senam kesegaran jasmani, dan pembiasaan hidup bersih perlu diprogram sebagai kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler di sekolah menengah. Pembentukan kelompok atas bimbingan guru merupakan kegiatan yang dapat membentuk mereka untuk belajar secara bertanggung jawab. Maka pada saat pembentukan kelompok belajar atas bimbingan guru dan atau orang tua, sesungguhnya mereka telah membentuk remaja untuk belajar teratur dan bertanggung jawab. Di samping itu, baik guru maupun orang tua perlu membantu remaja agar memahami keadaan fisik dan perubahan-perubahan yang dialami remaja, seperti memberikan pengarahan kepada mereka berkaitan dengan pertumbuhan yang dialaminya.

Pengaruh Pertumbuhan Fisik terhadap Tingkah Laku
 Perubahan fisik hampir selalu dibarengi dengan perubahan perilaku dan sikap.Keadaan ini seringkali menjadi sedikit parah karena sikap orang-orang yang berbeda disekelilingnya dan sikapnya sendiri dalam menanggapi perubahan fisik itu. Konsistendengan konsep dasar bahwa individu merupakan satu kesatuan psikofisik yang tidak dapat dipisah-pisahkan, maka pertumbuhan fisik mempunyai pengaruh terhadap tingkahlaku. Dalam masa remaja, perubahan yang terjadi sangat mencolok dan jelas sehingga dapat mengganggu keseimbangan yang sebelumnya sudah terbentuk. Perilaku merekamendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku.
Seberapa jauh perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi perilakusebagaian besar tergantung pada kemampuan dan kemauan anak remaja untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya kepada orang lain sehingga dengan begitu ia dapat memperoleh pandangan baru dan yang lebih baik. Dunbar dalam Hurlock (1992) menjelaskan, reaksi efektif terhadap perubahan utama ditentukan olehkemampuan untuk berkomunikasi. Karena berkomunikasi merupakan cara untuk mengatasi kecemasan yang selalu disertai tekanan.
Perubahan pada masa remaja sering mempengaruhi sikap dan perilakunya.Hurlock (1992) mengemukakan perubahan yang terjadi, yaitu:

1.Ingin menyendiri
2.Bosan
3.Inkoordinasi
4.Antagonis Sosial
5.Emosi yang meninggi
6.Hilangnya Kepercayaan Diri



B.     Karakter Kognitif
Intelektual adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan, mengagas, atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.
2.      Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.
3.      Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak.
4.      Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis.
5.      Memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
6.      Mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi.
7.      Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri).
Karakteristik perkembangan intelektual remaja digambarkan oleh Keating (Syamsu Yusuf, 2004 : 195 - 196) sebagai berikut:
1.      Kemampuan intelektual remaja telah sampai pada fase operasi formal sebagaimana konsep Piaget. Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadaran sendiri di sini dan sekarang (here and now), cara berpikir remaja berkaiatan erat dengan dunia kemungkinan (world of possibilities).
2.      Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
3.      Mampu memikirkan masa depan dan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
4.      Mampu menyadari aktivitas kognitifnya dan mekanisme yang membuat proses kognitif tersebut efisien atau tidak efisien.
5.      Cakrawala berpikirnya semakin luas.

 Implikasi Perkembangan Intelek Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Piaget menyebutkan bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut Bruner, siswa usia remaja ini dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih. Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses (discover approach) dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep abstrak.
Karena siswa pada usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, guru hendaknya tidak menganggap bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan guru. Untuk itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan diskusi secara baik serta memberikab tugas-tugas penulisan makalah. Dalam hal ini, guru hendaknya mengamati kecenderungan-kecenderungan remaja untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak tergali. Cara yang baik dalam mengatasi bentuk-bentuk pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa mereka telah melupakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Namun, bila permasalahan tersebut merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam, hal itu bukan tugas yang mudah.

C.    Bahasa
Pola bahasa yang dimiliki dan dikuasai anak adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga, yang disebut bahasa ibu. Perkembangan bahasa ibu dilengkapi dan diperkaya oleh bahasa masyarakat tempat mereka tinggal. Hal ini berarti proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya menyebabkan bahasa remaja lebih diwarnai oleh pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat yang bentuknya amat khusus, seperti istilah “baceman” di kalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem juga tercipta secara khusus di kalangan remaja untuk kepentingan khusus remaja pula. Karakter bahasa yang biasa muncul dalam usia remaja SMA adalah sebagai berikut:
·         Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya.
·         Menggemari literatur yang bernapaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius.
·         Lebih bersifat rasionalisme idealis
·         Sudah mampu mengoprasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemapuannya membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komperhensif.
·         Tercapainya titik puncak kedewasaan, yang kemudian mungkin ada pertambahan yang sangat terbatas bagi yang terus bersekolah, bahkan mungkin menjadi mapan yang suatu saat menjalani deklinasi.
·         Kecenderunga bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
a.       Faktor umur
b.      Faktor kondisi lingkungan
c.       Faktor kecerdasan
d.      Status sosial ekonomi keluarga
e.       Faktor kondisi fisik
Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat kemampuan berpikir sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa. Demikian pula sebaliknya. Orang yang kemampuan berpikirnya rendah akan mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata atau kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini tentu saja akan menyulitkan mereka dalam berkomunikasi.
Orang menyampaikan ide atau gagasannya menggunakan bahasa. Demikian pula menangkap ide atau gagasan orang lain dilakukan melalui bahasa. Menyampaikan dan menangkap makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat kekaburan persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi tidak tepat. Ketidaktepatan ini diakibatkan oleh kekurangan dalam berbahasa.

 Implikasi Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang memiliki variasi bahasa yang berbeda-beda, baik kemampuan maupun polanya. Sehubungan dengan itu, dalam mengembangkan strategi belajar mengajar di bidang bahasa, guru perlu memfokuskan pada kemampuan dan keragaman bahasa anak. Anak diminta untuk melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah diberikan dengan kata-kata yang disusun sendiri.
Dengan cara ini, guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa mereka. Kalimat atau cerita anak tentang isi pelajaran perlu diperkaya dan diperluas oleh guru agar mereka mampu menyusun cerita yang lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajarinya dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan dan membentuk pola bahasa anak. Dalam penggunaan model ini, guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Oleh karena itu, sarana pengembangan berbahasa, seperti buku bacaan, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya disediakan di sekolah.

D.    Moral
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi (Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensioanl. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral yang disebut tahap pascakonvensional ketika orisinilitas pemikiran moral remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang bersifat konvensional.
Melalui pengalaman atau berinteraksi social dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan.
Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berprilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya).
Dikaitkan dengan perkembangan moral dari Lawrence Kohlberg, menurut Kusdwirarti Setiono (Fuad Noshori, Suara Pembaharuan, 7 Maret 1997) pada umunya remaja berada dalam tingkatan konvensional, atau berada dalam tahap ketiga (berprilaku sesuai dengan tuntutan dan harapan kelompok), dan keempat (loyalitas terhadap norma atau peratutan yang berlaku dan diyakininya).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusmara (Mahasiswa PPB FIP IKIP Bandung) terhadap siswa kelas II SMA Negeri 22 Bandung pada tahun 1995 ditemukan bahwa tingkatan moral mereka itu bersifat menyebar, yaitu pada tingkat pra-konvensional (14%), konvensional (38%), dan pasca-konvensional (48%). Jumlah para siswa yang menjadi responden penelitiannya sebanyak 120 orang.
Dengan masih adanya siswa SMU (remaja) pada tingkat pra-konvensional atau konvensional, maka tidaklah heran apabila diantara remaja masih banyak yang melakukan dekadensi moral atau pelecehan nilai-nilai seperti tawuran, tindak criminal, meminum minuman keras, dan hubungan seks di luar nikah.
Remaja berprestasi dan tawuran adalah dua hal berbeda yang merupakan cerminan moral yang dianut remaja.
Keragaman tingkat moral remaja disebabkan oleh factor penentunya yang beragam juga. Salah satu factor penentu atau yang mempengaruhi perkembangan moral remaja itu adalah orangtua. Manurut Adamm dan Gullotta (183: 172-173) terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua mempengaruhi nilai remaja, yaitu sebagai berikut :
1.      Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral orangtua  (Haan, Langer & Kohlberg, 1976).
2.      Ibu-ibu remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnya daripada ibu-ibu yang anaknya nakal, dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor lebih tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal (Hudgins & Prentice, 1973).
3.      Terdapat dua factor yang  dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja , yaitu :
a)      Orangtua yang mendorong anak untuk berdiskusi secara demokratik dan terbuka mengenai berbagai isu, dan
b)      Orangtua yang menerapkan disiplin terhadap anak dengan teknik berpikir induktif  (Parikh, 1980).

Implikasi Perkembangan Moral dalam Pendidikan
Para remaja sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya. Akan tetapi mereka tetap menginginkan suatu sistem nilai yang akan menjadi pegangan dan petunjuk bagi perilaku mereka. Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan untuk menumbuhkan identitas dirinya menuju kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik yang sering terjadi. Nilai agama juga perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk.
Apa  yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang hanya dapat diketahui dengan cara mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tresebut atau membandingkannya dengan gejala serta tingkah laku orang lain. Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a.   Menciptakan komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.
·   Merangsang anak agar lebih aktif dalam tanggung jawab dan penentuan keputusan kelompok.
·   Mengikutsertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan keputusan keluarga maupun kelompok sebaya.
·   Memberi kesempatan remaja berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral.

b.     Menciptakan iklim lingkungan yang serasi
Usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan itu merupakan penjelmaan nyata dari nilai-nilai hidup tersebut.


E.     Emosi
Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.

 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266). Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi remaja. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain sebagai berikut:
a.       Belajar dengan coba-coba
b.      Belajar dengan cara meniru
c.       Belajar dengan cara mempersamakan diri
d.      Belajar melalui pengondisian
e.       Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan

Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku
Perasaan takut atau marah dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan emosi dan menjadi gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, jantung berdetak cepat, dan lain-lain. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab seseorang kesulitan berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Seorang yang gagap sering dapat berbicara secara normal jika dalam keadaan rileks atau senang. Namun, jika dia dihadapkan pada situasi-situasi yang menyebabkan kebingungan
Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan oleh ketegangan emosi atau frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang terjadi pada situasi belajar di kelas. Jika ia merasa malu karena gagal dalam menjawab soal tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika menghadapi tes tertulis. Akibatnya, ia memutuskan untuk membolos, atau mungkin melakukan kegiatan yang lebih buruk lagi, yaitu melarikan diri dari orangtua, guru, atau otoritas lain.


Implikasi Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan dengan emosi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat guru lakukan adalah memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh dengan rasa tanggung jawab moral. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.
Perlu disadari bahwa remaja berada dalam keadaan yang membingungkan dan sulit diterka perilakunya. Dalam banyak hal, ia bergantung pada orangtua tentang keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang mereka berikan saat dia tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun, ia juga merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya agar menjadi orang dewasa yang mandiri. Hal itu memicu terjadinya konflik dengan orangtua. Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapat memperbesar jurang pemisah antara dia dan orangtuanya.
Seorang siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut mungkin merasa perlu menceritakan penderitaannya, termasuk rahasia-rahasia pribadinya kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing hendaknya tampil berfungsi dan bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.


F.     Sosial
Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya.
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sedangkan, apabila kelompoknya itu menampilkan dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi atau tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang yang kondusif bagi sosialisasi anak. Didalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diartikan oleh keluarga.
2.      Kematangan Anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3.      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial  banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan mmandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “Ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku didalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dalam ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “mejaga ststus dalam keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4.      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma-norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antarbangsa, titik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5.      Kapasitas Mental, Emosi dan Intelegensi     
Kemampuan berfikir banyak mempengaruhi banyak hl, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkembang bahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak saling dipengaruhi, oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemapuan obstraksi anak yang menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam fikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
1.      Cita-cita idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.      Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhiri masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.

Implikasi Perkembangan Sosial Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknyha. Mereka belum mamahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku didalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma seksual dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan sosial remaja yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.
1.      Lingkungan Keluarga
Orang tua hendaknya mengikuti kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk menghambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebiasaan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia oelh orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu:
a)        Pola Asuh Bina Kasih (Induction)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.
b)        Pola Asuh Unjuk Kuasa (Power Acsertion)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat menerimanya.
c)        Pola Asuh Lepas Kasih (Love Withdrawai)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam medidik anaknya dengan cara menarik sementara kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya. Akan tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu akan dikembalikan seperti sedia kala.Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya perkembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap pelakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya.
2.      Lingkungan Sekolah
Didalam mengembankan hubungan sosial remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembangsecara maksimal.
3.      Lingkungan Masyarakat
a)     Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b)    Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti, bakti karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.

G.    Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan menurut Robert J. Havighurs adalah sebagian tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu, yang merupakan keberhasilan yang dapat memberikan kebahagian serta memberi jalan bagi tugas-tugas berikutnya.Tugas-tugas perkembangan tersebut yaitu :
  1. Mengembangkan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, yatu mampu bekerja sama dalam kelompok, menerima teman dari lawan jenis, dan tidak memaksakan kehendak pada kelompoknya. Hakikat Tugas perkembangan ini adalah:  (1) belajar melihat kenyataan; (2) berkembang menajdi orang dewasa diantara orang dewasa lainnya; (3) belajar bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama; (4) belajar memimpin orang lain tanpa mendominasinya.
  2. Melaksanakan peran sosial sebagai pria atau wanita sesuai dengan norma masyarakat, yaitu mengetahui dan memahami peran sosial pria atau wanita sesuai norma masyarakat, menerima peran sosial sebagai pria atau wanita, mau mengerjakan pekerjaan pria atau wanita, dan mampu mengerjakan pekerjaan pria atau wanita sesuai norma masyarakat. Hakikat Tugas perkembangan ini adalah bahwa remaja dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masayarakat.
  3. Menerima keadaan diri dan menggunakannya secara efektif yaitu menerima keadaan fisiknya, menerima bakatnya, memelihara fisiknya, mengembangkan bakatnya dan menghargai keadaan dirinya (self-esteem). Hakikat dari tugas perkembangan ini bertujuan agar remaja merasa bangga atau bersikap toleran terhadap fisiknya, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif, dan merasa puas dengan fisiknya tersebut.
  4. Memiliki sikap dan perilaku emosional yang mantap yaitu tidak cepat putus asa, tidak manja, berani mengambil resiko, menyayangi orang tua dengan tulus dan menghormati guru dengan tulus. Hakikat Tugas. Tujuannya (1) membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan atau bergantung pada orang tua, (2) mengembangkan afeksi (cinta kasih) kepada orang tua, tanpa bergantung padanya, dan (3) mengembangkan sikap respek terhadap orang dewasa lainnya tanpa bergantung padanya.
  5. Mempersiapkan ke arah kemandirian ekonomi yaitu penuh perhitungan dalam membelanjakan uang, berusaha untuk menabung, membantu pekerjaan orang tua, berusaha agar dapat menyelesaikan sekolah tepat waktu, memilih kegiatan ekstrakurikuler yang nantinya dapat menghasilkan nafkah. Hakikat Tugas. Tujuanya adalah agar remaja merasa mampu menciptakan suatu kehidupan ( mata pencaharian).
  6. Memilih dan mempersiapkan pekerjaan yaitu mampu memilih jurusan yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, mampu memilih kegiatan ekstrakurikuler yang akan mendukung terhadap cita-cita pekerjaannya, memahami program studi yang ada di perguruan tinggi yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, memahami jenis kursus yang akan mendukung cita-cita pekerjaannya, dan memahami syarat-syarat yang diperlukan untuk pekerjaan yang dicita-citakan. Hakikat Tugas. Tujuan (1). Memilih suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan. (2). Mempersiapkan diri, memiliki pengetahuan dan keterampilan.
  7. Memiliki sikap yang positif terhadap perkawinan dan hidup berkeluarga, yaitu menghargai hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga. Hakikat tugas. (1). Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga. (2). Memperoleh pengetahuan yang tepat tentang pengelolaaan keluarga dan pemeliharaan anak.
  8. Memiliki keterampilan intelektual dan memahami konsep-konsep yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang baik yaitu mampu membuat pilihan secara sehat, mampu membuat keputusan secara efektif, dapat menyelesaikan konflik atau masalah lainnya, memahami konsep hukum, ekonomi, politik yang berlaku. Hakikat Tugas. (1). Mengembangkan konsep-konsep hukum, ekonomi, politik, geografi, hakekat manusia, dan lembaga-lembaga sosial. (2). Mengembangkan kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir.
  9. Memiliki sikap dan perilaku sosial yang bertanggung jawab, yaitu berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat, berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial di sekolah, menolong teman yang perlu bantuan, menyantuni fakir miskin, menengok teman yang sakit dan sebagainya. Hakikat Tugas. (1). Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab sebagai masyarakat, (2). Memperhitungkan nilai-nilai sosial dalam tingkah laku dirinya.
  10. Memahami nilai-nilai dan etikahidup bermasyarakat yaitu sopan dalam bergaul, jujur dalam bertindak, dan menghargai perasaan orang lain. Hakikat Tugas. (1). Memebentuk seperangkat nilai yang mungkin dapat direalisasikan. (2). Mengembangkan kesadaran untuk merealisasikan nilai-nilai. (3). Mengembangkan kesadaran akan hubungannya dengan sesama manusia dan alam. (4). Memahami gambaran hidup dan nilai-nilai secara harmonis dan selaras.

Silvya Eka Andiarini 140131605300

9 komentar:

harman mengatakan...

aww. mbak silvya, piaget dan burner buku yang mana ya?

Yash mengatakan...

Daftar rujukannya biar like banget ..... trimss

Ina mengatakan...

Boleh minta referensinya mbak?

aa n dafa mengatakan...

keren kak

Unknown mengatakan...

Terimakasih...ank laki2saya bru masuk sma dan saya ingin jdi ibu sekaligus sahabatnya di kla dedih atau senang dan trimakasih saya jd tau apa yg hrus saya lakukan agar bisa jd ibu sekaligus tman.

LukQQ Poker mengatakan...

Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan yang tumbuh baik. Misalnya, badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu pandang
LukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia

Unknown mengatakan...

Daftar pustakanya mana?

BERSAMA MENCARI DAN BERBAGI INSPIRASI mengatakan...

daftar pustakanya boleh minta ka?

Unknown mengatakan...

selama ini baru sekali ini komentar....
keren sih

Posting Komentar

 

Silvya Eka Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review