A.
Pengertian
Konflik
Konflik selalu
dimaknai negatif oleh masyarakat pada umumnya. Konflik dipandang sebagai pemicu
kerusuhan dan kehancuran. Namun, pada dasarnya konflik adalah suatu
pertentangan antara 2 pihak atau lebih yang jika penanganannya baik, maka
berdampak baik dan jika buruk maka akan membawa banyak permasalahan. Demikian
halnya dalam organisasi, meskipun kehadiran konflik sering menimbulkan
ketegangan tetap diperlukan untuk kemajuan dan perkembangan dalam organisasi.
Sedangkan menurut Handoko (2012:346) konflik ornganisasi adalah (Organizational Confict) adalah
ketidakseusaian antara dua pihak atau lebih anggota-anggota atau
kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka
harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan
kerja dan/atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status,
tujuan, nilai, atau persepsi.
Berdasarkan manfaatnya, konflik dapat
dikelompokkan kedalam konflik fungsional dan disfungsional. Menurut Gibson
(dalam Mulyasa 2012:) konflik fungsional adalah suatu konfrontasi diantara
kelompok yang menambah keuntungan kinerja. Pertentangan antar kelompok yang
fungsional dapat memberikan manfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi
organisasi. Konflik ini juga diperlukan untuk membangun kreatifitas. Adapun
konflik disfungsional adalah konfrontasi atau pertentangan antar kelompok yang
merusak, merugikan, dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Mulyasa,
pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap yaitu:
1. Tahap
potensial, yaitu munculnya perbedaan diantara individu, organsasi, dan
lingkungan yang merupakan potensi terjadinya konflik.
2. Konflik
terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu
dan mereka mulai memikirkannya.
3. Pertentangan,
yaitu kondisi ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat diantara individu
atau kelompok yang saling bertentangan.
4. Konflik
terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara
terbuka.
5. Akibat
konflik, yaitu konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja
organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik maka akan menimbulkan
keuntungan, seperti saling tukar pikiran, ide, dan menimbulkan kreatifitas.
Akan tetapi jika tidak dikelola dengan baik dan melampaui batas maka akan
menimbulkan kerugian.
Menurut Mulyasa
(2012:262-263), di sekolah, konflik
dapat terjadi dalam semua tingkatan, baik intrapersonal, interpersonal,
intragroup, intergroup, intraorganisasi, maupun interorganisasi.
1. Konflik
intrapersonal yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang.
Misalnya konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi.
2. Konflik
interpersonal yaitu konflik yang terjadi antar individu. Misalnya konflik
antartenaga kependidikan alam memilih mata pelajaran unggulan daerah.
3. Konflik
intragroup yaitu konflik antaranggota dalam
suatu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau
efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang
berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda
atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tanggapan
emosional terhadap suatu situasi tertentu.
4. Konflik intergroup yaitu konflik yang terjadi
antarkelompok karena adanya saling ketergantungan, perbedaan persepsi,
perbedaan tujuan dan meningkatkan tuntutan akan keahlian.
5. Konflik intraorganisasi yaitu konflik yang terjadi
antarbagian dalam suatu organisasi. Konflik intraorganisasi meliputi empat
subjenis:
·
Konflik vertikal,
yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara
terbaik untuk menyelesaikan sesuatu
·
Konflik horizontal,
yang terjadi antarkaryawan atau departemen yang memiliki kerarki yang sama
dalam organisasi
·
Konflik lini-staf,
yang terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam
proses pengambilan keputusan oleh manajer lini.
·
Konflik peran, yang
terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran.
6. Konflik interorganisasi, yang terjadi antarorganisasi
karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi
bergantung tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap
organisasi lain.
B.
Manajemen
Konflik
Manajemen
konflik adalah serangkaian aksi
dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen
konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan
pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi.
Menurut
Handoko (2012:349-352) ada tiga bentuk manajemen konflik, yakni:
1. Metode
Stimulasi Konflik
Stimulasi
konflik dalam satuan-satuan organisasi di mana pelaksanaan kegiatan lambat
karena tingkat konflik terlalu rendah. Manajer dalam kelompok seperti ini perlu
merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai efek
penggemblengan.
Metode stimulasi
konflik meliputi: 1) pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam kelompok, 2)
penyusunan kembali organisasi, 3) penawaran bonus, pembayaran intensif dan
penghargaan untuk mendorong persaingan, 4) pemilihan manajer-manajer yang
tepat, 5) perlakuan yang berbeda dari kebiasaan.
2. Metode
Pengurangan konflik
Pengurangan atau
penekanan konflik bila terlalu tinggi atau menurunkan produktifitas.metode ini
mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan suasana” tetapi tidak menangani
masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik.
Dua metode yang
dapat digunakan untuk mengurangi konflik. Pendekatan efektif pertama adalah
mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang bisa lebih
diterima kedua kelompok. Metode efektif kedua adalah mempersatukan kedua
kelompok yang bertentangan untuk menghadapi “ancaman” atau “musuh” yang sama.
3. Metode
Penyelesaian konflik
Metode
penyelesaian konflik dengan
kegiatan-kegiatan para manajer yang dapat secara langsung mempengaruhi
pihak-pihak yang bertentangan.
Ada tiga metode
penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu:
a. Dominasi
atau Penekanan
Dapat dilakukan
dengan cara: 1) kekerasan (forcing),
yang bersifat penekanan otokratik; 2) penenangan (smoothing) merupakan cara yang lebih diplomatis; 3) penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar
untuk mengambil posisi yang tegas; 4) Aturan mayoritas (majority rule) mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok
dengan melakukan pemungutan suara melalui prosedur yang adil.
b. Kompromi
Melalui
kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah
yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi
meliputi permisahan (separation)
dimana pihak yang sedang bertentangan dipisahkan sampai mereka mencapai
persetujuan; arbitrasi (perwasitan), dimana pihak ketiga diminta memberi
pendapat; kembali ke peraturan-peraturan yang berlaku, dimana kemacetan
dikembalikan pada ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan menyetujui
bahwa peraturan-peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik; penyuapan
dimana salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk tercapainya
penyelesaian konflik.
c. Pemecahan
masalah integrative
Dengan
metode ini, konflik antar kelompok dirubah menjadi situasi pemecahan masalah
bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah.
Ada
3 jenis metode pemecahan konflik integratif:
1.
Konsensus, dimana
pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu bersama untuk mencari penyelesaian
terbaik masalah mereka.
2.
Konfrontasi, dimana
pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu
sama lain dan dengan kepemimpinan yang terampil dan kesediaan untuk menerima
penyelesaian secara rasional.
3.
Penggunaan
tujuan-tujuan yang lebih tinggi dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik
bila tujuan tersebut disetujui bersama.
Prinsip-prinsip pelaksanaan manajemen konflik menurut
Soetopo (2010:138) yang perlu diperhatiakan oleh para manajer, organisator,
atau pemimpin, antara lain:
1.
Perlakukanlah
secara wajar yang alamiah
Konflik
yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah sebagai sesuatu yang
wajar dan ilmiah. Konfilk kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
organisasi, tak perlu dihindari tapi harus dihadapi pimpinan melalui manajemen
konflik. Oleh karena itu, pelaksanaan manajemen konflik perlu dilakukan secara
wajar dan ilmiah sebagaimana pelaksanaan manajemen di bidang lainnya.
2.
Pandanglah sebagai
dinamisator orgnisasi
Konflik
merupakan dinamisator organisasi. Pandanglah bahwa organisasi tanpa konflik
berarti diam, statis, dan tidak mencapai kemajuan yang diharapkan. Namun
demikian, konflik yang ada harus dimanaj agar dinamika yang terjadi benar-benar
dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan perubahan sekaligus
mendukung perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.
3.
Media pengujian
kepemimpinan
Kepemimpinan
tidak hanya diuji ketika membawa anggota mencapai tujuan berdasarkan rutinitas
tugas formal belaka. Kepemimpinan yang bersangkutan akan lebih diuji ketika
menghadapi konflik. Melalui manajemen konflik, dirinya akan memiliki
kepemimpinan yang dapat diandalkan untuk membawa roda organisasi secara dinamis
positif dalam mencapai tujuan di masa pendatang.
4.
Fleksibilitas
strategi
Strategi
manajemen konflik yang digunakan para pemimpin adalah fleksibel. Artinya,
pemilihan penggunaan strategi dimaksud sangat bergantung kepada: 1) jenis,
materi konflik, dan sumber penyebabnya, 2) karakteristik pihak-pihak yang
berkonflik, 3) sumber daya yang dimiliki dan mendukung, 4) kultur masyarakat
dan iklim organisasi, 5) antisipasi dampak konflik, serta 6) intensitas dan
keleluasaan konflik.
Langkah-langkah
dalam manajemen konflik menurut Soetopo (2010:183-139) adalah sebagai berikut:
1.
Perencanaan
analisis konflik
Langkah
ini dimaksudkan untuk mendefinisikan atau menentukan konflik apa yang timbul
dalam penyelenggaraan satuan pendidikan. Perlu diketahuai bahwa konflik ada
yang nyata maupun tersembunyi. Konflik yang nyata akan mudah dikenali dan
dianalisis, tetapi konflik yang terembunyi tidak demikian adanya. Konflik yang
tersembunyi perlu dibuka melalui pemberian stimulus yang terencana supaya
menjadi terbuka.
Pemimpin
pendidikan pada langkah ini harus dapat menetukan sumber penyebabnya,
faktor-faktor yang mempengaruhinya, jenis-jenisnya, dan keterlibatan pihak-pihak
yang berkonflik.
2.
Evaluasi konflik
Evaluasi
konflik adalah suatu upaya untuk memutuskan kualitas suatu konflik yang telah
dirumuskan. Kualitas suatu konflik dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
intensitas dan keluasannya. Keduanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar
ini. Kualitas konflik dapat diklasifikasikan menjadi: (a) konflik ringan/kecil
(jika intensitas rendah dan keleluasaan kecil), (b) konflik sedang (jika
intensitas sedang dan keleluasaan sedang), (c) konflik besar/berat (jika
intensitas tinggi dan keleluasaan besar).
3.
Pemilihan strategi
manajemen konflik
Apabila
konflik yang ada sudah jelas maka akan memudahkan manajer dalam memilih
strategi manajemen konflik secara tepat. Ada beberapa pedoman yang perlu
diperhatikan manajer dalam memilih strategi manajemen konflik, antara lain:
a)
Pahamilah beberapa
prinsip dalam pelaksanaan manajemen konflik
b)
Berdasarkan
prinsip-prinsip diatas, pilihlah diantara strategi manajemen konflik yang
disarankan.
c)
Laksanankan
strategi manajemen konflik yang dipilih.
d)
Evaluasilah
pelaksanaan strategi manajemen konflik yang dipilih tersebut untuk mengetahui
keberhasilannya
e)
Strategi yang telah
dipilih dapat dipertahankan bila menunjukan hasil yang baik, tetapi bila
hasilnya tidak atau kurang baik maka perlu dipilihkan strategi lain secara
berkelanjutan.
C.
Peranan
Manajemen Konflik dalam Kepemimpinan Pendidikan
Siklus kehidupan manusia dikelilingi oleh pertentangan
alamiah sebagai ketetapan Allah (sunatullah) yang tertata sedemikian rupa
sehingga melahirkan dinamika bagi kehidupan manusia itu sendiri. Perbedaan,
pertentangan dan konflik merupakan suatu kewajaran dalam dinamika kehidupan
manusia. Dengan demikian, merupakan suatu kewajaran bahwa pertentangan atau
konflik akan selalu ada selama manusia itu ada, baik secara individu maupun
anggota kelompok ataupun masyarakat. Dalam kehidupan berorganisasi misalnya,
konflik antara pemimpin dengan orang yang dipimpinnya atau antar anggota
kelompok dengan anggota lainnya bisa saja terjadi. Sebab didalam suatu
organisasi terdapat beberapa individu yang berbeda kepribadiannya,
kepentingannya, latar belakang, sosial, budaya, agama, dan sebagainya.
Konflik tidak bisa dihindari, tetapi dapat dikelola,
bahkan disinergikan menjadi sesuatu yang sangat dinamis. Oleh karena itu,
pengendalian konflik merupakan salah satu tugas pemimpin dalam kepemimpinannya.
Efektifitas kepemimpinan seseorang dapat dinilai dan bagaimana ia mampu
mengendalikan dan mengelola konflik akan menimbulkan sesuatu yang anti
produktif dan destruktif, sebaliknya jika seorang pemimpin dapat mengendalikan
dan mengelola konflik secara baik.
Konflik merupakan masalah yang pelik untuk segera
dicarikan pemecahannya. Konflik dapat bermanfaat terutama dalam:
1.
Menciptakan
kreativitas.
2.
Perubahan sosial
yang konstruktif.
3.
Membangun
keterpaduan kelompok.
4.
Peningkatan fungsi
kekeluargaan/kebersamaan.
DAFTAR RUJUKAN
Handoko, H. 2012. Manajemen
Jilid 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Rani. 2012. Manajemen
Konflik. (Online).
http://novelarannie.blogspot.com/2012/11/manajemen-konflik.html?m=1
0 komentar:
Posting Komentar